Skip to main content

Distorsi Kehidupan Seorang Mercenary




"Romantis itu bukanlah menghadiahkan sekantong cokelat, memberikan setangkai bunga, atau membuatkan syair puisi cinta."
Menurutnya, perang adalah sebuah keromantisan dengan sedikit cela. Berbagi makanan atau minuman disaat persediaan sudah tak ada, memberikan peluru terakhir untuk menembak musuh di hadapan mata, melindungi kawan, hingga menyumbangkan nyawa sebagai tanda pengabdian tiada tara. Bukan hanya sekadar mengangkat senjata, ini merupakan sebuah ukiran bela negara atas nama sebuah loyalitas, tapi ini juga bukan hanya sekadar mengikuti perintah, ini merupakan sebuah pengambilan keputusan dengan sebuah logika, “membunuh atau dibunuh".

         Ia adalah Julian David, Ya! perjalanan hidupnya tidaklah mudah. Berangkat dari sebuah keluarga feodal, lahirlah ia sebagai lelaki yang prinsipnya tidak tergoyahkan oleh siapa pun, ditambah sikapnya yang dingin, karakternya yang tegas, dan ia pun termasuk orang yang tidak suka bertele-tele. Militer merupakan latar belakang keluarganya yang secara turun temurun terwarisi pada setiap generasinya, itu sudah secara otomatis mengalir dalam darahnya dan mengakar dalam dirinya. Ia merupakan sulung dari empat bersaudara, ketiga adiknya lelaki yang mana setiap jejak perjalanan hidup mereka pun serupa namun jelas tak sama, mereka dibesarkan oleh seorang ayah yang keras pula didikannya, bertangan besi, namun masih punya nurani. Mereka tumbuh tanpa seorang ibu.
Dunianya memang sangat keras, hidupnya kaku, dingin, dan beku. Ia harus memperjuangkan hidupnya, untuknya, hanya untuknya. Tidak ada seorang pun yang mau peduli dengan kehidupannya dan tidak ada pula yang bisa ia kasihi dan sayangi saat ini, bahkan keluarga yang merupakan satu-satunya harapan hidup pun kini sudah menjauh. Dalam kamus hidupnya hanya satu “trust no one!”.
Hidupnya diwarnai oleh bebragai macam konflik kehidupan. Kini semua pilihan hidup dihadapkan pada berbagai hal. Ia sadar bahwa dirinya tidak sama seperti orang-orang disekelilingnya, kawan-kawannya, ataupun saudara-saudaranya. Ia sangat jelas berbeda. Dengan semua pertimbangan, ia memutuskan untuk bergabung ke dalam satu legiun asing sebagai tentara bayaran. Dalam benaknya "Mati pun tak akan ada yang peduli". Ia mulai melangkahkan hidupnya dengan satu keputusan yang pasti akan sulit ia mengerti seumur hidupnya, resikonya sangat jelas dan tegas “nyawa”. Namun memang betul, lagi - lagi hidup itu harus memilih.
Selepas SMA ia masuk kedalam badan Akademi Militer Angkatan Darat dan mengenyam pendidikan militer selama empat tahun. Namun, konflik yang terjadi di dalamnya telah membuatnya jenuh karena ia selalu dilibatkan dalam setiap permasalahan yang terjadi. Semua seperti tampak settingan yang yang tak berbobot, palsu! Akhirnya ia pun memutuskan untuk berhenti. Keputusannya untuk berhenti tidak semudah yang orang pikirkan, ia harus melalui sidang militer yang sangat berat. Kekerasan fisik dan mental tentu harus ia lewati dulu, namun semuanya ia lalui dengan sebuah kepasrahan.
Kemudian ia diajak oleh salah seorang purnawirawan untuk bergabung dalam suatu badan usaha yang bersifat swasta bergerak dalam jasa pengamanan dikenal dengan kontraktor militer swasta yang sebenarnya bergerak dalam jasa suplai, pelatihan, pengamanan namun juga sering terlibat dalam konflik bahkan aksi militer terutama atas permintaan berbagai pemakai jasa baik sebagai tentara sewaan bahkan assassin.
Mercenary, kini ia resmi sebagai tentara bayaran. Ia dipilih karena potensi dan skill yang dimilikinya sangat menjanjikan. Ia cerdas, cekatan, dan tangguh, tidak tanggung-tanggung 13 bahasa Ia kuasai; Bahasa Indonesia, Inggris, German, Perancis, Arab, Rusia, Belanda, Mandarin, dan lima bahasa daerah (Melayu, Sunda, Padang, Batak, dan Jawa), ia juga sangat mengerti dengan berbagai jenis mesin dan senjata, ia pun dikenal sebagai ahli taktik perang. Ketika di akademi, banyak petinggi yang sudah 'menandainya'. Mereka berlomba-lomba untuk bisa merekrutnya.
Pada tahun 1995, ketika itu ia masih sangat muda, baru menginjak usia 22 tahun. Saat itu merupakan titik awal dimana ia harus menjalankan tugas atas keputusan yang telah dipilihnya. Ia mulai mengangkat senjata di medan perang. Ia berusaha menjalani tugas dan tanggung jawab sebaik-baiknya. Ketika itu perasaan tidak percaya sempat menyelimuti hatinya, ia dikirim ke Bosnia-Herzegovina untuk berperang. Sebuah organisasi telah menyewanya untuk berperang di tanah Eropa tepatnya di Bosnia bagian tenggara. Saat itu umat muslim dibantai secara sistematis oleh Serbia.
Kali ini keputusannya berperang bukanlah karena bela negara, sangat jauh dari sebuah kata 'nasionalisme'. Semuanya hanya demi loyalitas, ia pun tahu bahwa tentara bayaran itu tak ubahnya seperti seekor anjing yang harus patuh pada tuannya dengan sedikit penghargaan terhadap ideologi sebagai manusia. Bersyukur, perang pertama yang ia lakukan ialah untuk membela dan membantu saudara-saudaranya sesama muslim pada perang Bosnia. Setidaknya ada secelah kebahagiaan yang tersirat. Perang pertamanya telah menyisakkan pecahan granat yang bersarang ditubuh sebelah kanannya. Resiko yang tak terelakkan. Namun, bersyukur akhirnya ia bisa pulang dengan selamat.
Setelah perang pertama tentu di benaknya akan akan perang-perang berikutnya yang sudah dijadwalkan. Ia merasa sangat lelah, namun tak ada lagi tujuan hidupnya selain menjalani keputusan yang sudah ia ambil. "Perdagangan" mercenaries memang sangat menjanjikkan, karena aksi mereka dikenal lebih nekad dibandingkan tentara reguler bahkan anggota pasukan khusus, dengan perlengkapan senjata seadanya mereka justru mampu menembus garis depan dalam sebuah peperangan. Banyak tentara-tentara terkencing-kencing bahkan menangis histeris ketika di medan perang ketika pertama kalinya mereka terlibat dam hingar bingar peperangan yang dahsyat. Mayat, darah bergelimangan, dan kehancuran dimana-mana, belum lagi berbagai macam bom dan dentuman tembakan saling bersautan. Itu lah mengapa ia berbeda, tak ada rasa takut sedikit pun dalam dirinya.
“MUAK!” satu kata yang sering ia lontarkan. Apapun bentuknya “Perang selalu menorehkan luka yang menganga”. Di berbagai wilayah konflik bersenjata seperti Bosnia-Herzegovina dan Negara lain yang mengalami nasib serupa, jelas etika perang di belahan Negara manapun kode etiknya selalu terlampaui. Sipil terbunuh, wanita diperkosa, dan bahkan anak kecil dijadikan umpan / alat perang. Sungguh memilukkan! Hanya itu kesedihannya. 
Di suatu malam, ketika ia sedang menyusuri jalan. Ia melihat seorang wanita tanpa daya yang sedang hamil tua, diperkosa tanpa ampun oleh dua orang pria bersenjata. Mereka yang memerkosa wanita dari bukan kelompoknya dianggap sebagai musuh yang harus dihina dan ditiadakan, mereka menganggap tubuh perempuan sebagai bagian dari pertempuran. Kala itu ia pun tidak bisa tinggal diam melihat kekejian yang terjadi, secara perlahan ia datang mendekat dan langsung menembakkan senjata yang satu tepat kearah kepalanya dan yang satu lagi tepat di kemaluannya, sekali tembakan saja cukup membuat si lelaki pemerkosa itu tak mampu berkutik lagi. Wanita itu pun sudah tak sanggup berkata-kata, ia pun bergegas untuk membawanya ke tempat yang lebih aman. Satu dari beribu hal telah ia lalui dalam peperangan. Semua tersimpan dengan rapi di kepala dan benaknya.
Pengalaman perang membuat ia tak pernah merasa takut akan apa pun. Orang-orang bilang bahwa mereka hanya takut kepada Tuhan, namun pemikirannya lain “Tuhan itu bukan untuk ditakuti tapi untuk disayangi dan dicintai.” Dalam peraduannya ia selalu berbicara kepada Tuhannya “Tuhan… aku lelah… mungkin aku tidak akan pernah bisa beristirahat dengan tenang di sepanjang napasku. Aku tahu bahwa tempat utnukku beristirahat ialah berada disampingMu… Engkau yang telah mengirimku, maka jemput aku Tuhan…”.


***


Comments

Popular posts from this blog

Sosialisasi Literasi Media Digital

Sebelum saya membahas lebih lanjut mengenai literasi media, mari kita simak apa definisinya secara umum, literasi media merupakan kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan isi pesan media (Livingstone, 2004). Saat kita perlu memahami lebih dalam mengenai literasi media khususnya yang berbasis digital. Terlebih generasi muda kita sudah sangat dekat dengan teknologi digital yang sudah berkembang pesat. Sebagai orang tua tentu kita tidak boleh ketinggalan atau kehilangan langkah kita dalam mengikuti perkembangan zaman. Anak harus tetap dalam pengawasan dan pendampingan kita dimana pun kita berada.

Liburan Bersama Keluarga ke Pelabuhan Ratu

Palabuhanratu atau yang biasa kita sebut dengan Pelabuhan Ratu adalah salah satu destinasi wisata favorit di Kabupaten Sukabumi - Jawa Barat. Beberapa waktu lalu saya dan keluarga besar berlibur ke Pelabuhan Ratu, ini adalah salah satu objek wisata yang menawarkan berbagai keindahan alam dari mulai pesona pantainya, spot scuba diving , pemandian air panas, hingga goa kelelawar yang eksotis. Perjalanan panjang kami tempuh dari Bandung sampai ke Sukabumi. Alhamdulillah perjalanan terbilang cukup lancar walaupun cuaca agak mendung dan sempat hujan. Jarak Bandung - Sukabumi (Pelabuhan Ratu) sekitar 150 KM. 

Bolu Susu Lembang: Oleh-oleh Khas Bandung Juara

Pendatang Baru di Dunia Kuliner Bandung: Bolu Susu Lembang Pada saat Press Conference , Bapak Muhammad Faisal selaku Pimpinan Bolu Susu lembang (BSL) mengutarakan rasa syukur akan antusiame warga Bandung pada event launching produk BSL. Ya, Bandung memang dikenal sebagai pusat kuliner, bahkan disebut sebagai surga kuliner. Di Bandung semua ada, mulai dari kuliner klasik sampai yang unik bisa ditemukan di sini.  Perlu diketahui bahwa sebelumnya BSL sudah bekerja sama dengan pelaku UKM baik di kota maupun di Kabupaten Bandung. Ternyata latar belakangnya bukan sekadar bisnis kuliner saja, namun ingin memajukan pelaku UKM dan concern terhadap kearifan lokal. Diharapkan BSL ini bisa menarik perhatian warga Bandung, pendatang baik turis lokal maupun mancanegara. Mengapa dinamakan Bolu Susu?