(ilustrasi) |
Purnama adalah gadis kecil yang kentara berwajah khas Indonesia, berambut hitam ikal, dan berkulit sawo matang. Ia berjalan di cuaca siang hari yang begitu terik, udara panas ketika itu memanggang seluruh tubuh mungilnya dan membuat ubun-ubun di kepalanya seakan mau pecah. Ia harus terus berjalan menyusuri sepanjang jalan gersang nan berdebu.
Pagi ini ia berjanji kepada
ayahnya akan segera pulang ke rumah tepat waktu. Ia terus bergegas walaupun kerongkongannnya
kering dan tubuhnya pun mulai melesu, ia membayangkan seteguk air mengalir
melewati tenggorokannya, namun semua itu ia simpan hanya dalam angan saja. Memang ia sudah sangat terbiasa
menghadapi hal seperti ini. Setiap berangkat sekolah ia tidak pernah diberi
uang jajan oleh ayahnya bahkan pulang pergi ke sekolah pun ia harus rela berjalan
kaki sekira 5km dari rumahnya. Dalam benaknya ia bersyukur masih bisa bersekolah.
Ayahnya adalah seorang pengrajin
senapan angin yang terkenal, bahkan sudah memasarkan produknya hampir keseluruh
daerah di Indonesia. Kini, ia hanya tinggal berdua saja dengan ayahnya. Ibunya meninggal
dunia tepat ketika Purnama lahir ke dunia. Mereka tinggal di sebuah rumah yang tak
begitu mewah namun setiap detail ruangan tertata dengan rapi dan apik.
Siang itu Purnama pulang ke rumah
terlambat karena harus membantu gurunya memasukan nilai ulangan ke daftar
murid. Siang ini memang siang yang berat untuknya. Ayahnya sudah muram dan
terlihat muak di raut wajahnya dari kejauhan. Purnama membuka gerbang pintu
rumahnya yang tinggi dengan perlahan, berharap tidak menimbulkan suara bising
yang mampu membuat ayahnya murka. Ini untuk kesekian kalinya ayah terlihat marah,
pernah ayahnya memukulnya karena Purnama menumpahkan kopi ke senapan angin yang
sedang ayah amplas. Ayahnya juga kerap marah kalau Purnama mendapat nilai
pas-pasan di sekolahnya. Ayahnya tidak menyesal dan tak pernah ada kata maaf
terucap dari mulutnya. Siang ini ia jalan perlahan berharap semua baik-baik
saja. Namun di langkah kecil terakhirnya tepat di dihadapannya, ia tekulai
lemas, ia bilang “Ayah, Purnama rindu ibu...”, ayahnya pun mengangkat dan
memeluk tubuh Purnama, namun ia sudah tak bernyawa, “Purnama… Maafkan ayah…”
***
Comments
Post a Comment