04 February 2013

Purnama Rindukan Ibu (Cerpen)

(ilustrasi)


Purnama adalah gadis kecil yang kentara berwajah khas Indonesia, berambut hitam ikal, dan berkulit sawo matang. Ia berjalan di cuaca siang hari yang begitu terik, udara panas ketika itu memanggang seluruh tubuh mungilnya dan membuat ubun-ubun di kepalanya seakan mau pecah. Ia harus terus berjalan menyusuri sepanjang jalan gersang nan berdebu. 


Pagi ini ia berjanji kepada ayahnya akan segera pulang ke rumah tepat waktu. Ia terus bergegas walaupun kerongkongannnya kering dan tubuhnya pun mulai melesu, ia membayangkan seteguk air mengalir melewati tenggorokannya, namun semua itu ia simpan hanya dalam angan saja. Memang ia sudah sangat terbiasa menghadapi hal seperti ini. Setiap berangkat sekolah ia tidak pernah diberi uang jajan oleh ayahnya bahkan pulang pergi ke sekolah pun ia harus rela berjalan kaki sekira 5km dari rumahnya. Dalam benaknya ia bersyukur masih bisa bersekolah.

Ayahnya adalah seorang pengrajin senapan angin yang terkenal, bahkan sudah memasarkan produknya hampir keseluruh daerah di Indonesia. Kini, ia hanya tinggal berdua saja dengan ayahnya. Ibunya meninggal dunia tepat ketika Purnama lahir ke dunia. Mereka tinggal di sebuah rumah yang tak begitu mewah namun setiap detail ruangan tertata dengan rapi dan apik. 

Siang itu Purnama pulang ke rumah terlambat karena harus membantu gurunya memasukan nilai ulangan ke daftar murid. Siang ini memang siang yang berat untuknya. Ayahnya sudah muram dan terlihat muak di raut wajahnya dari kejauhan. Purnama membuka gerbang pintu rumahnya yang tinggi dengan perlahan, berharap tidak menimbulkan suara bising yang mampu membuat ayahnya murka. Ini untuk kesekian kalinya ayah terlihat marah, pernah ayahnya memukulnya karena Purnama menumpahkan kopi ke senapan angin yang sedang ayah amplas. Ayahnya juga kerap marah kalau Purnama mendapat nilai pas-pasan di sekolahnya. Ayahnya tidak menyesal dan tak pernah ada kata maaf terucap dari mulutnya. Siang ini ia jalan perlahan berharap semua baik-baik saja. Namun di langkah kecil terakhirnya tepat di dihadapannya, ia tekulai lemas, ia bilang “Ayah, Purnama rindu ibu...”, ayahnya pun mengangkat dan memeluk tubuh Purnama, namun ia sudah tak bernyawa, “Purnama… Maafkan ayah…”

***

No comments:

Post a Comment